Nama Kelompok : -Singgih Pranoto
-Insia Fatwa
-Berry Alkata Nandalawi
-Siti Hutami
-Yoga Pradipta
Hukum Perjanjian
Abstrak :
Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka
perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Dua syarat yang
pertama dinamakan syarat-syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau
subjeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir
dinamakan syarat objektif karena mengenai perjanjiannya sendri atau objeknya
dari perbuatan hukum yang dilakukan ini. Setiap perjanjian yang dibuat para
pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan
kesusilaan. Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji
kepada orang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perjanjian
merupakan adanya peristiwa dimana seseorang berjanji dengan orang lain atau
pihak lain untuk melaksanakan sesuatu atau untuk tujuan tertentu. pada mulanya dikonsep
sebagai kontak
antara yang membuat janji dengan yang berjanji kepada pihak tersebut.Akan
tetapi dalam perjanjian sering kita temukan adanya ketidak tepatan dalam
berjanji oleh seab itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang,ketertiban
umum maupun kesusilaan.
B. Rumusan Masalah
a. apa saja syarat dalam suatu perjanjian ?
b. orang seperti apa yang tidak cocok dalam membuat
perjanjian ?
c. perjanjian terbagi menjadi apa saja ?
C. Tujuan
a. menjelaskan arti dari suatu perjanjian
b. memberikan informasi syarat-syarat yang ada dalam
perjanjian
c. menjelaskan adanya pembatalan dalam perjanjian
Untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan empat syarat :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan
dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu
perjanjian
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu bab yang halal.
Menurut pasal 1320 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata
Dua syarat yang pertama dinamakan
syarat-syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang
mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat
objektif karena mengenai perjanjiannya sendri atau objeknya dari perbuatan
hukum yang dilakukan ini.
Dengan sepakat atau juga dinamakan
perixinan dimaksudkan bahwa kedua subjek yang mengadakan perjanjian itu harus
sepakat, setuju mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu.
Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada azasnya
setiap orang yang sudah dewasa atau akilbalig dan sehat pikirannya, adalah
cakap menurut hukum. Dalam pasal 1330 kitab Undang-undang Hukum Perdata
disebutkan sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian
:
1. Orang-orang yang belum dewasa
2. Mereka yang ditaruh di bawah
pengampunan
3. Orang-orang perempuan dalam
hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada
siapa Undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Syarat-syarat sah perjanjian
Suatu kontrak dianggap sah (legal)
dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu.
Menurut ketentuan pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi
untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan
dirinya
Syarat pertama merupakan awal dari
terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi
perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat
tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan
kekeliruan. Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari
salah satu pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu
perikatan
Pada saat penyusunan kontrak, para
pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum
dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak
cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan
mereka yang berada dibawah pengampunan.
3. Mengenai suatu hal tertentu
Secara yuridis suatu perjanjian
harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini
adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki
objek tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang
akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.
4. Suatu sebab yang halal
Setiap perjanjian yang dibuat para
pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan
kesusilaan. Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian
setelah komparasi, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif,
yaitu syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian,
apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta
pembatalan. Juga syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu
mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut
dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian
telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian,
maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan.
Pembatalan
perjanjian
Menurut pasal 1266 KUH Per membawa
kedua pihak kembali seperti keadaan semula sebelum perjanjian diadakan, jadi
perjanjian ini ditiadakan
Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu
peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua orang
saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.
Menilik macam-macamnya hal yang
dijanjikan untuk dilaksanakan itu, perjanjian dibagi dalam tiga hal yaitu :
1.
Perjanjian untuk memberikan penyerahan suatu barang
2.
Perjanjian untuk berbuat sesuatu
3.
Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu
Hal yang harus dilaksanakan itu
dinamakan Prestasi
Perjanjian dari macam pertama adalah
misalnya: jual-beli, tukar-menukar, menghibahkan atau pemberian, sewa-menyewa,
pinjam-pakai. Suatu persoalan dalam hukum perjanjian ialah persoalan , apakah
berhutang atau si debitur tidak menepati janjinya, si berpiutang atau kreditur
dapat mewujudkan sendiri prestasi yang dijanjikan itu artinya apakah si
berpiutang dapat dikuasakan oleh hakim untuk mewujudkan atau merealisasikan
sendiri apa yang menjadi haknya menurut perjanjian.
Kesimpulan :
Dengan adanya Hukum perjanjian maka dapat di simpulkan sebagai berikut :
- Adanya perjanjian untuk memberikan
penyerahan suatu barang
- Adanya tindakan untuk melakukan sesuatu
- Perjanjian merupakan hal yang
tidak boleh di batalkan oleh satu pihak
Saran :
Dengan adanya Hukum perjanjian maka saran saya sebagai berikut :
- Perlu adanya hukum yang lebih
tegas apabila salah satu pihak membatalkan perjanjian tanpa persetujuan.
- Dalam Perjanjian perlu adanya
saling percaya antara pihak satu dengan pihak kedua atau pihak lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar